FENOMENA SANTET DALAM KEHIDUPAN
Santet tidak hanya dikenal di Jawa
(Jawa Barat disebut teluh ganggaong atau sogra), melainkan hadir juga di
berbagai daerah lain dengan beragam nama. Di Bali terkenal dengan
desti, leak, atau teluh terangjana, di Maluku dan Papua dengan suangi,
di Sumatra Utara begu ganjang, di Sumatra Barat puntianak, dan masih
banyak yang lain lagi.
Di Afrika dikenal voodoo. Di belahan
Eropa, orang mengenal tukang sihir. Masih banyak istilah dengan teknik
dan cara kerja yang sama dengan santet dipraktikkan di negara-negara
lain, selain Indonesia.
Santet, menurut Prof. Dr. Th. Ronny
Nitibaskara, termasuk sorcery (ilmu tenung) atau witch craft (ilmu
sihir). “Keduanya masuk dalam black magic atau ilmu hitam,” kata guru
besar kriminologi dari Universitas Indonesia itu.
Ilmu ini sudah
digunakan sejak zaman Nabi Musa. Tentu kebanyakan dari kita tahu kisah
ketika Nabi Musa ditantang oleh para tukang sihir yang dimiliki Raja
Firaun.
Walau itu atas perintah Tuhan, Musa melepaskan tongkat
gembalanya. Jadilah tongkat itu ular besar yang mengalahkan ular-ular
ciptaan para tukang sihir Firaun.
Guru besar yang disertasinya
mengenal kejahatan santet ini menyebutkan bahwa baik tenung maupun sihir
dikatakan ilmu hitam karena tujuan penggunaannya. Mengutip pendapat
sosiolog asal Inggris, Raymond Firth, Prof. Ronny menyebutkan bahwa
santet adalah tindakan yang merusak kesejahteraan orang lain dengan
motif balas dendam atau sakit hati. Tindakan ini mengakibatkan sakit,
kematian, dan berbagai bentuk penderitaan lain.
“Jadi tindakan
ini dalam kaidah agama mana pun dianggap sebagai sebuah kejahatan.
Demikian juga dalam kaidah hukum modern," ungkap Ronny.
Kejahatan
metafisis ini dikirim oleh pelakunya dalam bentuk apa pun. Mulai dari
benda mati seperti tanah, paku, besi berkarat, jarum bahkan juga
binatang entah itu kalajengking, ular juga kelelawar.
Yang paling
canggih, menurut Permadi, SH, anggota DPR RI yang juga dikenal aktif di
bidang parapsikologi, santet bisa berupa penyakit modern yang ada
sekarang ini, misalnya berupa kanker, pembengkakan kelenjar tiroid dan
lain lain.
“Semua itu tergantung kepintaran sang dukun. Karena
itu, dukun santet juga beragam tingkat ilmunya. Anggap saja ada yang
masih SD, SMP, SMU, bahkan ada yang tingkat profesor untuk menggambarkan
bahwa dukun itu sangat pintar,” papar Permadi.
Menurut Prof
Ronny pengiriman santet bisa dengan cara imitative magic, misalnya
membuat boneka kemudian menusuk boneka dengan jarum, atau menggunakan
media foto yang kemudian dibakar.
Bisa juga dengan cara
contagious magic atau menggunakan benda-benda yang digunakan orang yang
hendak dikirimi santet seperti pakaian, rambut dan sebagainya.
Sulit Dibuktikan
Menurut
Permadi santet bisa dijelaskan dengan teori bahwa benda dengan molekul
padat seperti paku atau berbagai hal lain bisa diubah menjadi bentuk
energi yang tidak kelihatan (dematerialisasi) untuk kemudian diubah lagi
menjadi benda padat setelah terkirim atau sampai pada seseorang yang
dituju. "Semua itu berkat kekuatan mind atau pikiran," ujar Permadi.
Mirip
dengan Permadi seorang ahli radiesthesi yang juga seorang pastor, Romo
Handoyo Lukman, menyebutkan bahwa santet tak lebih dari induksi negatif
yang ditujukan untuk mencelakakan orang lain atau merupakan energi alam
yang dipermainkan secara tidak wajar.
Proses penyantetan, menurut
Romo Lukman bukan merupakan hal yang tidak bisa dijelaskan. Ini adalah
proses yang bisa dijelaskan secara ilmiah dengan teori elektrodinamika,”
katanya.
Orang-orang tertentu, menurut Lukman, memiliki
kemampuan mengubah materi menjadi energi. Dengan kemampuan itu juga
energi dikirimkan ke tubuh korban lewat proses elektrodinamika.
Karena
pada dasarnya tubuh manusia mengandung muatan listrik, korban yang
tidak kuat menahan kiriman energi yang mengenai tubuhnya akan menjadi
sakit. Namun, banyak juga yang berpendapat, salah satunya Prof. Tubagus
Yuhyi, bahwa santet bisa terjadi akibat bantuan jin atau makhluk halus.
Meski
bisa dijelaskan sedemikian rupa, tidak ada yang bisa membuktikan jejak
santet. Siapa yang mengirimnya sulit dibuktikan secara hukum. Yang
jelas, akibat atau korban santet jelas dan nyata ada, seperti yang
dialami Ahmad dan banyak orang lain lagi.
Prof. Yuhyi yang juga
ahli dalam menangkal santet dan salah satu dewan guru Persatuan Pendekar
Persilatan dan Seni Budaya Banten menekankan bahwa siapa pun bisa kena
santet, mulai dari bayi sampai orangtua.
“Namun, bila tingkat
energi seseorang lebih tinggi dibanding tingkat energi sang pengirim
santet, santet tidak tak mampu menembus seseorang,” tutur Permadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.