Kamis, 27 Maret 2014

PESUGIHAN GUNUNG KAWI












Gunung Kawi terletak pada ketinggian 2.860 meter dari permukaan laut, terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Wonosari, sekitar 40 km sebelah barat Kota Malang. Dulu daerah ini disebut Ngajum. Namanya berubah menjadi Wonosari karena di tempat ini terdapat obyek wisata spiritual. Wono diartikan sebagai hutan, sedangkan Sari berarti inti. Namun bagi warga setempat, Wonosari dimaksudkan sebagai pusat atau tempat yang mendatangkan rezeki. 

Kecamatan Wonosari memiliki luas hampir 67 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 43 ribu jiwa. Tempat ini berkembang menjadi daerahtujuan wisata ziarah sejak tahun 1980-an. Sebenarnya bukanlah Gunung Kawi-nya yang membuat tempat ini terkenal, tetapi adanya sebuah kompleks pemakaman di lereng selatan yang dikeramatkan, yaitu makam Eyang Kyai Zakaria alias Eyang Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Eyang Sujo. Penduduk setempat menyebut area pemakaman tersebut dengan nama "Pesarean Gunung Kawi". Pesarean 
yang terletak di ketinggian sekitar 800 m ini walaupun berada di lereng gunung, namun mudah dijangkau, karena selain jalannya bagus, banyak angkutan umum yang menuju ke sana. Dari terminal Desa 

Wonosari, perjalanan diteruskan dengan berjalan mendaki menyusuri jalan bertangga semen yang berjarak kira-kira 750 m. Sepanjang perjalanan mendaki ini dapat dijumpai restoran, hotel, kios souvenir dan lapak-lapak yang menjual perlengkapan ritual. Setelah melewati beberapa gerbang, di ujung jalan didapati sebuah gapura, pintu masuk makam keramat. Makam yang menjadi pusat dari kompleks Pesarean Gunung Kawi. Makam yang menjadi magnet untuk menarik puluhan ribu orang datang setiap tahunnya. 

Mitos Pesugihan 
Gunung Kawi memang dikenal sebagai tempat untuk mencari kekayaan (pesugihan). Konon, barang siapa melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaanya, terutama menyangkut tentang kekayaan. 
Mitos ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan "berkah" berziarah ke Gunung Kawi.

Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka. Mitos dalam bahasa sehari-hari diartikan sebagai cerita bohong, kepalsuan, 
dan hal-hal yang berbau dongeng (tahayul). Dalam bahasa Inggris, myth yang mengadopsi bahasa Latin mythus berarti penuturan khayali belaka. 

Antropolog memandang mitos sebagai sesuatu yang diperlukan manusia untuk menjelaskan alam lingkungan di sekitarnya, dan juga sejarah masa lampaunya. Dalam hal ini, mitos dianggap sebagai semacam pelukisan atas kenyataan dalam bentuk yang disederhanakan sehingga dipahami oleh awam (Ruslani, 2006: 5). Namun mitos, bagi kalangan penganut strukturalisme-fungsional juga dianggap penting karena berfungsi sebagai penyedia rasa makna hidup yang membuat orang yang bersangkutan tidak menjadi sia-sia hidupnya. Perasaan bahwa hidup ini 
berguna dan bertujuan lebih tinggi daripada pengalaman keseharian merupakan unsur penting dalam kebahagiaan. 

Biasanya lonjakan masyarakat yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi ( hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan. 

Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukkan simbol bahwa pengunjung harus 
suci lahir dan batin sebelum berdoa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.